Segala puji bagi Allah swt. Rabb semesta alam yang telah mencurahkan kenikmatan multidimensi kepada kita semua. Shalawat serta salam mari bersama kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw., keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa berjuang menegakkan Dinul Islam di muka bumi ini.
Ada yang mengatakan bahwa langit adalah duka lara dan kemuraman aku katakan tersenyumlah.......... Karena cukuplah langit yang bermuka durja Masa muda telah berlalu Aku katakan tersenyumlah.......... Sesungguhnya penyesalan tidak akan pernah mengembalikan masa mudamu Seseorang yang karenanya asaku ada di awan Ia telah menjadikan rasa rinduku yang menggebu-gebu bagai di neraka jahannam Ia telah mengkhianati janjiku setelah kau memiliki cintanya Bagaimana mungkin aku dapat tersenyum Aku katakan tersenyumlah dengan penuh gembira Karena walaupun engkau hidup bersamanya Seluruh umurmu akan habis bersamanya dengan penuh rasa sakit dan pedih Hidup kita selalu ada dalam persaingan yang mengkhawatirkan Lakasana seorang musafir yang hampir mati karena kehausan Atau laksana seorang wanita jelita yang terkapar menantikan pendonor darah Napasnya terengah-engah menantikan tetesan darah yang baru Aku katakan kepada semua orang tersenyumlah.......... Karena engkau tak akan mampu mengobatinya Apabila engkau tersenyum mungkin ia dapat terselamatkan Apakah orang lain selain engkau adalah penjahat yang diam dalan ketakutan dan kekhawatiran Seolah-olah engakupun telah menjadi seorang penjahat? Para musuh di sekitarkau berteriak kencang Apakah aku bahagia saat musuh di sekitarku ada dalam kesakitan? Aku katakan tersenyumlah.......... Karena mereka tidak akan pernah meminta dengan darah mereka semua Meski tidak ada diantara mereka semua yang menghormati Seluruh musim telah tampak tanda-tandanya Hingga mengakibatkanku berlumur darah dalam pakaianku Mencintai saudara adalah sebuah keharusan Akan tetapi, aku tidak mempunyai rupiah Aku katakan tersenyumlah.......... Karena sesungguhnya engkau masih dapat hidup Engkau tidak dianggap hilang oleh orang-orang yang engkau cintai Malamku tampak hanya menanamkan rasa duka Aku katakan tersenyumlah.......... Walaupun engkau menghadapi beban Semoga orang yang melihatmu menyayangimu Untuk mengurangi kesedihan yang ada padamu Apakah engkau melihat orang yang beruntung dengan bersedekah rupiah Apakah engkau merugi dengan senyuman yang menguntungkan? Wahai sahabat engkau tidak perlu khawatir Kedua bibirmu akan merekah dan wajahmu akan terjatuh Tersenyumlah karena sesungguhnya api pun dapat tersenyum Meskipun kegelapan malam teramat gulita Engkau dapat melihat bintang-bintang Sesungguhnya senyummu bukanlah untuk membahagiakan makhluk hidup Yang akan datang ke dunia dan pergi dengan terpaksa Aku katakan tersenyumlah.......... Selagi ada waktu antaramu dan kematian Sejengkal jarak, karena sesudahnya engkau tidak akan dapat tersenyum

Rabu, 18 Maret 2009

Al Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah

Beliau dilahirkan di Samarqand dan dibesarkan di Abi Warda, suatu tempat di daerah Khurasan.
Tidak ada riwayat yang jelas tentang kapan beliau dilahirkan, hanya saja beliau pernah menyatakan usianya waktu itu telah mencapai 80 tahun, dan tidak ada gambaran yang pasti tentang permulaan kehidupan beliau.
Sebagian riwayat ada yang menyebutkan bahwa dulunya beliau adalah seorang penyamun, kemudian Allah memberikan petunjuk kepada beliau dengan sebab mendengar sebuah ayat dari Kitabullah.

Disebutkan dalam Siyar A’lam An-Nubala dari jalan Al-Fadhl bin Musa, beliau berkata: “Adalah Al-Fudhail bin ‘Iyadh dulunya seorang penyamun yang menghadang orang-orang di daerah antara Abu Warda dan Sirjis. Dan sebab taubat beliau adalah karena beliau pernah terpikat dengan seorang wanita, maka tatkala beliau tengah memanjat tembok guna melaksanakan hasratnya terhadap wanita tersebut, tiba-tiba saja beliau mendengar seseorang membaca ayat:



أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَماَ نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ يَكُوْنُوا كَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتاَبَ مِنْ قَبْلُ فَطاَلَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ وَكَثِيْرٌ مِنْهُمْ فاَسِقُوْنَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang –orang yang beriman untuk tunduk hati mereka guna mengingat Allah serta tunduk kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang –orang yang sebelumnya telah turun Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan mayoritas mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Al Hadid: 16).

Maka tatkala mendengarnya beliau langsung berkata: “Tentu saja wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk bertaubat).” Maka beliaupun kembali, dan pada malam itu ketika beliau tengah berlindung di balik reruntuhan bangunan, tiba-tiba saja di sana ada sekelompok orang yang sedang lewat. Sebagian mereka berkata: “Kita jalan terus,” dan sebagian yang lain berkata: “Kita jalan terus sampai pagi, karena biasanya Al-Fudhail menghadang kita di jalan ini.” Maka beliaupun berkata: “Kemudian aku merenung dan berkata: ‘Aku menjalani kemaksiatan-kemaksiatan di malam hari dan sebagian dari kaum muslimin di situ ketakutan kepadaku, dan tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan ini). Ya Allah, sungguh aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Baitul Haram’.”

Sungguh beliau telah menghabiskan satu masa di Kufah, lalu mencatat ilmu dari ulama di negeri itu, seperti Manshur, Al-A’masy, ‘Atha’ bin As-Saaib serta Shafwan bin Salim dan juga dari ulama-ulama lainnya. Kemudian beliau menetap di Makkah. Dan adalah beliau memberi makan dirinya dan keluarganya dari hasil mengurus air di Makkah. Waktu itu beliau memiliki seekor unta yang beliau gunakan untuk mengangkut air dan menjual air tersebut guna memenuhi kebutuhan makanan beliau dan keluarganya.

Beliau tidak mau menerima pemberian-pemberian dan juga hadiah-hadiah dari para raja dan pejabat lainnya, namun beliau pernah menerima pemberian dari Abdullah bin Al-Mubarak.
Dan sebab dari penolakan beliau terhadap pemberian-pemberian para raja diduga karena keraguan beliau terhadap kehalalannya, sedang beliau sangat antusias agar tidak sampai memasuki perut beliau kecuali sesuatu yang halal.
Beliau wafat di Makkah pada bulan Muharram tahun 187 H.

(Diringkas dari Mawa’izh lil Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh, hal. 5-7)

0 komentar: